Beranda | Artikel
Hukum Berobat Dengan Semut Jepang
Rabu, 2 September 2015

Ini menjadi pertanyaan beberapa orang karena memang ada kata “semut” di situ. Bagaimana hukum berobat dengan makan semut hidup? Apakah benar semut hidup yang di makan (telan dengan air)? Apakah hukumnya haram? Tentu hal ini menjadi perhatian seorang muslim karena Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam bersabda,

عباد الله تداووا ولا تتداووا بحرام

“Wahai Hamba Allah, berobatlah kalian, janganlah berobat dengan yang haram”[1]

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,

إن الله لم يجعل شفاءكم فيما حرم عليكم

“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan/obat pada apa yang Allah haramkan bagi kalian”[2]

Apa itu Semut Jepang

Kami tidak mengetahui dengan rinci bagaimana berobat dengan Semut Jepang karena bukan praktisinya (jika salah mohon kami dikoreksi). sebenarnya semut jepang bukanlah jenis semut, tetapi lebih ke arah “serangga /kutu” atau semacamnya. Hanya penamaannya saja dengan kata “semut”.

Semut Jepang merupakan anggota marga Tenobrio dan Tribolium (semacam kutu yang gemar menghuni biji-bijian seperti beras yang termasuk dalam ordo Coleoptra). Sedangkan Semut merupakan serangga anggota suku Formicidae, bangsa Hymenoptera.

Kalau semut, maka hukumnya haram di makan karena ada dalil tegas mengenai hal ini.

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata,

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن قتل أربع من الدواب النملة والنحلة والهدهد والصرد

“Sesungguhnya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melarang dari membunuh empat jenis hewan; semut, lebah, burung hud-hud dan burung shurod.”[3]

 

Hukum makan serangga/kutu

Terdapat beberapa mengenai hal ini. Pendapat yang kami pilih adalah HARAM makan serangga dan kutu, sehingga jika benar “semut Jepang” adalah termasuk serangga/kutu maka haram menjadikannya obat. Dan juga masih ada cara lain untuk berobat selain dengan semut Jepang.

Perlu diketahui bahwa binatang-binatang kecil (hasyaraat) ada dua macam:

1. Memiliki darah mengalir seperti tikus dan ular

2. Tidak memiliki darah mengalir seperti keong, kalajengking, cicak dan lain-lainnya (semut jepang termasuk yang ini)

Salah satu ulama Mazhab Syafi’i (mayoritas Indonesia) menghukumi haram makan serangga. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,

في مذاهب العلماء في حشرات الأرض كالحيات والعقارب والجعلان وبنات وردان والفأرة ونحوها :

مذهبنا أنها حرام

“Dalam Mazhab ulama syafi’i, mengenai binatang-binatang kecil (hasyaraat) bumi seperti ular, kalajengking, kumbang/serangga, tikus dan lain-lain, hukumnya adalah haram.”[4]

Demikinan juga pendapat Jumhur ulama. Dalil yang mengharamkan:

1. Allah mengharamkan apa yang buruk/khabaits dan kutu/serangga termasuk yang dianggap seperti ini.

Allah Ta’ala berfirman,
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (Al A’raf:157)

الحشرات من الخبائث تستبعدها الطباع السليمة ،وغير مستطابة

“Binatang-binatang kecil (hasyaraat) termasuk dari khabaits yang dianggap jelek oleh tabiat manusia dan dianggap suatu yang tidak baik (jika dimakan).”[5]

2. Serangga/kutu tidak mempunyai cara untuk disembelih agar menjadi halal atau cara untuk membuatnya halal

Ibnu Hazm rahimahullah berkata,

لا يحل أكل الحلزون البري، ‏ولاشيء من الحشرات كلها كالوزغ، والخنافس، والنمل، والنحل، والذباب، والدبر، ‏والدود كله -طيارة وغير طيارة- والقمل، والبراغيث، والبق، والبعوض وكل ما كان من ‏أنواعها لقول الله تعالى: ( حرمت عليكم الميتة ) وقوله تعالى: ( إلا ما ذكيتم) وقد صح ‏البرهان على أن الذكاة في المقدور عليه لا تكون إلا في الحلق أو الصدر، فما لم يقدر فيه ‏على ذكاة فلا سبيل إلى أكله فهو حرام لامتناع أكله، إلا ميتة غير مذكى

“Tidak halal memakan siput darat, juga tidak halal memakan seseuatupun dari jenis serangga, seperti: cicak (masuk juga tokek), kumbang, semut, lebah, lalat, cacing, kutu, nyamuk, dan yang sejenis dengan mereka. Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Diharamkan untuk kalian bangkai”, dan firman Allah -Ta’ala-, “Kecuali yang kalian sembelih”. Dan telah jelas dalil yang menunjukkan bahwa penyembelihan pada hewan yang bisa dikuasai/dijinakkan, tidaklah teranggap secara syar’i kecuali jika dilakukan pada tenggorokan atau dadanya. Maka semua hewan yang tidak ada cara untuk bisa menyembelihnya, maka tidak ada cara/jalan untuk memakannya, sehingga hukumnya adalah haram karena tidak bisa dimakan, kecuali bangkai yang tidak disembelih (misalnya ikan dan belalang yang halal bangkainya)”.[6]

Pendapat yang membolehkah adalah pendapat dari Mazhab Malikiyah, dengan alasan:

1. Hukum asal makanan adalah halal

2.Terdapat Hadits dari Milqab bin Talibb dari ayahnya, bahwa tidak ada pengharaman Hasyaraat

صَحِبْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم فَلَمْ أَسْمَعْ لِحَشَرَةِ الأَرْضِ تَحْرِيمًا

“Aku menemai Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, aku tidak pernah mendengar haramnya hasyaraat bumi.”[7]

Akan tetapi hadits ini dhaif dan seandainya shahih, maka tidak menutup kemungkinan yang lain pernah mendengarkannya mengenai keharamannya.

Informasi yang sampai ke kami bahwa cara berobat semut jepang adalah ada yang dengan cara diminum dengan air dalam keadaan hidup. Maka cara ini tidak boleh, karena ulama malikiyah yang membolehkan makan hasyaraat mempersyaratkan harus disembelih bagi yang memiliki darah mengalir atau dimatikan bagi yang tidak.

حِلُّ أصنافها كلها لمن لا تضره. وإليه ذهب المالكية. لكنهم اشترطوا في الحل ‏تذكيتها

“Pendapat yang membolehkan makan hasyaraat semuanya, asalkan tidak membahayakan. Ini adalah pendapat ulama Malikiyah. Akan tetapi mereka mempersyaratkan halalnya dengan cara disembelih/dimatikan.”[8]

 

KESIMPULAN:

1. Terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum memakan binatang-binatang kecil bumi (hasyarat), dalam hal ini kami memilih pendapat jumhur ulama yaitu haram

Terlebih lagi untuk berobat (pembahasan kita adalah hukum berobat) dan maka untuk lebih berhati-hati masalah halal-haram yang masuk ke tubuh kita serta masih ada alternatif pengobatan lainnya.

2. Informasi yang sampai ke kami bahwa ada cara berobat semut jepang adalah dengan cara diminum dengan air dalam keadaan hidup. Maka ini cara ini tidak boleh, karena ulama malikiyah yang membolehkan makan hasyaraat mempersyaratkan harus disembelih/dimatikan

3. Karena masalah ini adalah masalah perbedaan fikh, jangan sampai berpecah belah.

Poin yang diperselisihkan adalah “anggapan khabist/jelek”, penilaian khabits bisa berbeda-beda dan serangga yang tidak mengalir darahnya tidak perlu disembelih sehingga cukup dimatikan dengan niat. Akan tetapi inipun disanggah karena qiyasnya adalah dengan belalang, sedangkan belalang ada dalil penecualiannya.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan bahwa semua hasyaraat khabaits haram kecuali yang dikecualikan oleh dalil. Beliau berkata,

أكلُ الخبائثِ، وأكلُ الحيَّاتِ والعقاربِ حرامٌ بإجماعِ المسلمينَ

“Memakan khabaits, ular dan kalajengking diharamkan dengan Ijma’ kaum muslimin.”[9]

4. Kami membuka diskusi dan belum tentu kami yang benar, karena hukum sesuatu itu perlu tahu fikhul waqi’ (kasusnya dilapangan bagaimana cara berobatnya dan hakihat dari semut Jepang), fatwa itu sesuai dengan hal ini. Sesuai dengan kaidah fikhiyah

الْحُكْمَ عَلَى الشَّيْءِ فَرْعٌ عَنْ تَصَوُّرِهِ

“Fatwa mengenai hukum tertentu merupakan bagian dari pemahaman orang yang memberi fatwa (terhadap pertanyaan yang disampaikan).”

Demikian semoga bermanfaat

@Markaz YPIA, Yogyakarta tercinta

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

silahkan like fanspage FB , Follow facebook dan   follow twitter

 

[1] HR. Abu Dawud

[2] HR. Bukhari secara muallaq

[3] HR. Abu Daud, Al-Irwa’: 2490

[4] Al-Majmu’ 9/17-18

[5] Tafsirul Manar 8/145

[6] Lihat Al-Muhalla: 7/405

[7] HR. Abu Dawud dan didhaifkan oleh syaikh Al-Albani dalam Dhaif Sunan Abi Dawud

[8] Sumber: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=8361

[9] Majmu’ Fatawa 11/609


Artikel asli: https://muslimafiyah.com/hukum-berobat-dengan-semut-jepang.html